Skip to main content

MANYOOSHUU

A.    DEFINISI
         Manyooshuu adalah salah satu karya sastra klasik berbentuk kumpulan (antologi) pantun-pantun lama. Isi dari karya ini kebanyakan berbentuk waka dari jaman Joodai. Tidak jelas kapan menjadi bentuk yang seperti sekarang. Karena karya ini pernah beberapa kali diterbitkan dengan beberapa tambahan, namun akhirnya selesai dengan bentuk yang kelihatannya tersusun kurang baik. Hal ini disebabkan karena kayoo dan waka disatukan dan disusun dalam jangka waktu yang lama oleh banyak penyair,sehingga penyusunannya tidak secorak.Manyooshuu berasal dari tiga kanji yaitu
万葉集. Kanji 「万」berarti sepuluh ribu, kanji 「葉」berarti daun, dan kanji 「集」berarti kumpulan.              Menurut Sengaku dan Kamo no Mabuchi (penyair Jepang Jaman Edo), kata “yoo” 「葉」berasal dari kata “kotonoha” 「言の葉」yang berarti waka. Menurut Biksu Keichuu dan sejarahwan Kamochi Masazumi, Manyooshuu berarti koleksi waka yang harus diabadikan selama-lamanya. Manyooshuu diumpamakan sebagai pohon yang setiap lembar daunnya berisi sebuah syair. Dalam pandangan yang lain tentang defenisi Manyooshuu, dikaitkan dengan prolog Kojiki yang berbunyi, “nochino yoni tsutahemuto omou” 「後の葉に流へむとおもう」yang berarti “ku ingin menceritakan hal ini kepada 10.000 generasi. Dari kalimat ini, kata “yoo” 「葉」dalam Manyooshu bukan berarti daun, melainkan generasi. Berdasarkan pengertian itu, Manyooshuu berarti kumpulan syair untuk 10.000 generasi.
B.    SEJARAH
         Manyooshuu terdiri dari 20 jilid yang mengandung 4.500 puisi, terdiri dari 260 chooka, 60 sedoka, satu renggatai dan bussokusekikatai, dan selebihnya adalah tanka. Puisi-puisi ini ditulis oleh sekitar 450 orang dengan latar belakang sosial yang beragam, dari keluarga istana hingga pedagang dan petani. Terdapat juga beberapa puisi yang tidak diketahui nama pengarangnya (yomibito shirazu), baik itu disertai tahun pembuatannya maupun yang tidak ada sama sekali.
Penulis puisi di masa ini diberi penghormatan dalam masyarakat, terlepas dari status sosial, kelas, dan jenis kelaminnya. Wanita yang menempati status sosial rendah dalam hirarki yang ada pada waktu itu, sering menggunakan puisi untuk mengangkat status mereka. Penggunaan sistem penulisan Manyogana juga membangkitkan para penyair dalam berkarya. Hal ini disebabkan karena penyair lebih bebas mengungkapkan perasaannya dalam bahasa Jepang, dibanding menggunakan sistem Kanbun.
Sistem kanbun
「漢文」merupakan cara penulisan bahasa Jepang menurut Bahasa Tionghoa yang dilengkapi tanda diakritik. Sewaktu dibaca tanda diakritik membantu penutur bahasa Jepang mengubah susunan kata-kata, menambah partikel, dan infleksi sesuai aturan tata bahasa Jepang. Manyogana sendiri merupakan perkembangan berikutnya dengan pemakaian aksara Tionghoa (kanji) untuk melambangkan bunyi bahasa Jepang. Aksara Tionghoa ditulis dalam bentuk kursif agar menghemat waktu. Penulisan ini kemudian berkembang menjadi Hiragana dan Katakana. Proses pengumpulan puisi-puisi ini sangat lama sekitar 130 tahun, dari tahun 629 hingga tahun 759.

Para ahli mengelompokkan isi Manyooshuu berdasarkan periode tahun pembuatan puisi yaitu sebagai berikut:
1. Periode pertama, dari tahun 629 sampai tahun 672.
2. Periode ke dua, dari tahun 673 sampai tahun 710.
3. Periode ke tiga, dari tahun 711 sampai tahun 733.
4. Periode ke empat, dari tahun 734 sampai tahun 759.

         Periode pertama, banyak berisi puisi yang menceritakan tokoh-tokoh seperti Kaisar Yuuryaku (456-479; kaisar ke-21), Kaisar Yoomei (585-587; kaisar ke-31), Kaisar Koogyoku (642-645; kaisar k3-35), Kaisar Tenji (661-672; kaisar ke-380), dan Fujiwara no Kamatari (614-669; pendiri klan Fujiwara). Ada juga beberapa puisi yang merekam Reformasi Taika (646) di Jepang. Selain itu, terdapat juga karya wanita terhormat di masa ini seperti Nukata no Okimi (630-690), istri kesayangan Kaisar Temmu, yang menulis dua belas Tanka. Pada periode ke dua, Jepang di masa itu dalam keadaan damai sehingga banyak mengalami kemajuan pesat. Di masa ini terjadi transisi dari sastra lisan ke sastra tulisan. Di akhir periode ini, Jepang mengalami keguncangan politik hingga terjadi peperangan. Karya-karya pun menjadi kehilangan dinamiknya dan cenderung menjadi sentimental dan melemah.
Periode ke tiga, di waktu itu ibukota telah berpindah ke Heijo (Nara). Di periode ini, pengaruh Cina mencapai puncaknya, ditandai dengan pembangunan kuil Todaiji. Dunia sastra mengalami penyesuaian dengan lahirnya karya-karya yang indah. Puisi tersebut menjadi lebih panjang tetapi tetap terasa unsur keindahannya. Puisi-puisi karya Yamanbe no Akahito, Otomo no Tabito, Yamanue no Okura, dan Abe no Nakimaro banyak dirangkum dalam periode ini. Hal ini berlanjut ke periode berikutnya. Pada periode ke empat karya berisi karya-karya Otomo no Yakamochi.
C.    ISI
         Secara umum Manyooshuu dominan berisi cinta dan komplikasi dari kehilangan dan perpisahan dengan jangkauan yang luas. Beberapa puisi juga mengandung erotisme. Ada pula yang berfokus pada alam, legenda, cerita rakyat. Sementara ada juga yang menggambarkan perayaan di istana dan ratapan kematian keluarga kaisar. Dari beberapa referensi yang kami peroleh, waka dalam Manyooshuu dapat dibagi dalam tiga bentuk yaitu:
1)   Zouka
Menjelaskan tentang kehidupan istana dan catatan perjalanan yang mengagumi puisi alam dan musim.
2)   Soumonka
Menjelaskan tentang puisi cinta.
3)   Banka
Menjelaskan tentang elegi ( syair atau nyanyian duka cita ).

D.    SYAIR DALAM MANYOOSHUU
Isi Manyooshuu sekitar 90% berisi waka. Waka dari proses lahir, berkembang, dan mencapai taraf kematangan, semuanya dapat kita temui dalamManyooshuu. Waka sendiri merupakan perpaduan antara cara-cara pembuatan pantun-pantun istana yang dihasilkan oleh kelompok dan cara pembuatan pantun rakyat tradisional. Kondisi politik dalam masyarakat yang tidak stabil memberikan dampak berbeda pada masing-masing orang. Manyooshuu yang dikumpulkan dari berbagai latar menghasilkan corak karya yang berbeda pula. Puisi atau pantun mengikuti apa yang dirasakan dan cara ekspresi oleh penyair. Ada beberapa jenis ekspresi penyair dalam Manyooshuu, yaitu sebagai berikut:
1)   Perasaan romantis yang diungkapkan melalui kiasan dari representasi alam.
2)   Ungkapan perasaan secara langsung, bukan dalam simbol dan angka.
3)   Memberikan sentuhan puitis dengan aspek-aspek perubahan alam.
4)   Pikiran atau perasaan yang diproyeksikan ke objek simbolis.

Beberapa contoh waka (tanka) dalam Manyooshuu yaitu:
1)   Soomonka ( Manyooshuu IV:748 )
こひ死なむ
そこも同じぞ
何せむに
人目人ごぞ
こちたみあれせむ
Mati desebabkan cinta
Itu semua ada
Oh, mengapa
Perlukah kerlingan dan lidah-lidah dengki
Sangat menyakitkan aku
2)   Banka ( Manyooshuu II:218 )
ささなみの
しがつのこらが
まかりみちの
かわせのみちを
みればさぶしんお
Koncah Koncah
Di Shigatsu, rumahmu, Nyonya
Alur perpisahan
Diantara sungai dangkal
Satu pandangan sekilas membawa duka cita
3)   Zooka ( Manyooshuu XX:4468 ) 
うつせみは
かずなきみなり
さやけきみつつ
みちをたずねな
Dunia kita ini
Tidak lain adalah sesuatu yang melewati
Sebuah arus gunung
Kemudian bersih di dalam tatapanku
Aku akan temukan jalan


Comments

Popular posts from this blog

KESUSASTRAAN ZAMAN JOODAI

A.    Sejarah Joodai B ungaku disebut juga sebagai kesusastraan zaman Yamato, karena kegiatan politik serta kebudayaan pada zaman tersebut berpusat di Yamato. Joodai B ungaku ini dapat dipastikan berakhir ketika ibukota pemerintahannya pindah ke Heian pada tahun 794, tetapi permulaannya tidak dapat diketahui secara pasti. Usaha penyatuan negara Jepang mengalami kemajuan sekitar abad IV sampai abad V dan di bawah D inasti Y amato ini didirikan menjadi sebuah negara kesatuan. Penerimaan kebudayaan Cina sudah terjalin sejak abad ke III. Dan pada abad ke VII dan ke VIII Jepang mengirim utusan yang disebut Kenzuishi dan Kentooshi untuk mengimpor kebudayaan Cina, seperti cara pembuatan istana, dan undang-undang yang menjadi dasar negara. Selain itu buku-buku pun banyak di datangkan dari negeri Cina. Dalam bidang pemikiran (shisooshi) pun seperti Juukyo (konfusianisme) dan pemikiran Roosoo (Lao Tzu dan Chuang Tzu) cukup banyak penggemarnya. Di samping itu agama Budha juga masu...

GENJI MONOGATARI

GENJI MONOGATARI A.       Sejarah Sastra klasik Jepang memiliki karya yang sering disetarakan dengan Shakespeare, yaitu sebuah novel abad kesebelas yang berjudul Genji Monogatari (Kisah Genji). Genji Monogatari adalah salah satu buku tertua dan paling masyhur dalam khazanah sastra klasik Jepang. Buku ini, yang dinobatkan Unesco sebagai novel pertama dunia, berkisah tentang pangeran Hikaru dari klan Genji dan petualangannya di istana kerajaan, keterlibatannya dalam serangkaian percintaan, pengkhianatan serta pengucilan politis. Di antara buku-buku klasik Jepang, Genji Monogatari termasuk karya yang sulit dibaca, bukan hanya lantaran panjangnya yang mencapai 750.000 kata tetapi juga karena ditulis dalam citarasa bahasa yang kuno. Novel ini lahir dari tangan Murasaki Shikibu, seorang wanita yang tinggal di istana kerajaan Heian (795-1192) di Kyoto. Dibesarkan di tengah keluarga gubernur Fujiwara, Murasaki tumbuh sebagai anak yang pintar dan belajar lebih...

KEDATANGAN JEPANG DI JAWA

Awal Mula Kedatangan Jepang di Jawa Serangan atas pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour oleh pihak Jepang memancing berlangsungnya Perang Asia Timur Raya. Dalam upayanya untuk membentuk imperium di Asia, Jepang mulai melancarkan peperangan di wilayah Pasifik. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993:1) Jepang pernah menjadi satu-satunya Negara di Asia yang mampu menjadi negara imperialis. Dengan usaha-usaha yang dilakukannya yaitu melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Hindia Belanda, akhirnya memperoleh kedudukan terkemuka dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, industri dan perdagangan. Semenjak penyerangannya ke Pearl Harbour, gerakan invasi militer Jepang dengan cepat merambah ke kawasan Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan wilayah yang dalam perhitungan Jepang harus diduduki terlebih dahulu sebagai daerah yang cukup kaya, sehingga dapat dijadikan benteng untuk mengamankan kekuasaan Jepang. (Cahyo Budi Utomo, 199...