Dampak Psikologis
Secara
psikis, kita bisa melihat pada masa-masa awal perekrutan Roumusha direkrut dengan cara tipuan, paksaan dan secara emosional.
Hal itu menyebabkan para Roumusha
tertekan. Mereka ikut ber-Roumusha
dengan membawa kekhawatiran yang amat sangat karena harus meninggalkan keluarga
dan pekerjaannya serta ketakutan akan apa yang ditemuinya nanti di tempat baru.
Di sini banyak Roumusha yang tidak
ikhlas bekerja dengan Jepang. Selama proses pengiriman cerita tentang kaburnya Roumusha dari stasiun pemberhentian atau
meloncat dari kereta yang sedang berjalan banyak terjadi. Ditambah lagi ketika
masa kerja di pertambangan telah habis mereka tidak dikembalikan ke tempat
asalnya sesuai dengan perjanjian kerja yang hanya tiga bulan sepuluh hari. Dalam
kondisi ini mereka yang sudah menjalankan kerja dan mengharapkan pulang kembali
menjadi putus asa untuk bisa berkumpul dengan keluarganya. (Hendri F.
Isnaeni&Apid,2008:123-124)
Suatu tujuan
dari pendudukan Jepang di Indonesia adalah selain untuk mendapatkan sumber
perekonomian, juga sebagai landasan dalam mencapai kemenangan perang melawan
sekutu. Maka dari itu, untuk melancarkan peningkatan produksi dan infrastruktur
perang dibutuhkan tenaga manusia. Melihat bahwa Jawa merupakan daerah padat penduduk,
maka Jepang melakukan pengeksploitasian tenaga kerja. Di samping itu, Jawa
menurut pandangan Jepang merupakan daerah yang sangat penting dalam hal pemasokan
tenaga kerja. (Aiko Kurasawa,1993:125)
Pandangan lain
bahwa menurut Ricklefs, Jawa adalah daerah yang secara politis paling maju, di
mana sumber daya yang paling utamanya adalah manusia. (M.C Riklefs, 2005:297)
Dengan demikian
bahwa dalam kondisi tersebut, maka masyarakat di Jawa merupakan sumber daya
manusia yang banyak dipekerjakan untuk pembangunan proyek-proyek militer
Jepang. Selama di tempat bekerja mereka mendapatkan tindak perlakuan yang
keras, penuh dengan hinaan dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, mereka merasa
dalam hidupnya selalu dihantui rasa takut dan kecemasan yang mendalam. Selain
itu dalam kehidupan masyarakat desa berkembang menjadi ketakutan kolektif dan
kegelisahan komunal. (Cahyo Budi Utomo, 1995:194)
Perekrutan Roumusha yang telah dilakukan oleh
pemerintah militer Jepang tengah meninggalkan luka yang mendalam bagi
masyarakat Jawa. Perekrutan itu tidak hanya menyebabkan hilangnya nyawa seorang
Roumusha, tetapi juga telah
mengganggu kegiatan perekonomian pedesaan yang normal. Dampak lain yang
dirasakan oleh masyarakat adalah dampak psikologis persoalan Roumusha. Dalam kehidupan masyarakat
telah menimbulkan ketakutan terhadap pemegang kekuasaan (pemerintah militer
Jepang) maupun aparat desa setempat.
Di samping itu,
masyarakat juga takut terhadap para pemimpin desa dan ketua Tonarigumi serta Romukyoukai yang menunjuk korban selanjutnya. (Aiko
Kurosawa,op.cit., 184)
Dalam
menjalankan perintah-perintah Jepang, aparat militer Jepang selalu menggunakan
kekerasan sehingga menimbulkan rasa dendam terhadap Jepang. Rasa dendam juga
tumbuh dalam diri kepada perangkat desa yang dulu telah bersikap semena-mena.
Perlakuan
kekerasan secara fisik telah menekan angka kelahiran dan kebutuhan biologis masyarakat
menurun. Kondisi fisik yang lemah serta kurangnya asupan gizi menyebabkan daya
tahan tubuh melemah dan kebutuhan biologis semakin terganggu. Hal ini
menyebabkan angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan angka kelahiran.
Mental korban Roumusha semakin terganggu dengan tidak
bertanggung jawabnya pemerintah Jepang selama pengerahan. Banyak korban Roumusha yang terlantar setelah Jepang
kalah, berkeliaran di stasiun, pinggir jalan, terminal maupun di pasar-pasar.
Mereka terlihat seperti orang gila yang tidak mempunyai arah tujuan hidup dan
tidak memiliki keluarga. Padahal sebenarnya mereka sama dengan masyarakat
lainnya yang memiliki tujuan hidup dan keluarga. Karena tindakan Jepang yang
tidak bertanggung jawab itu, maka mereka dengan kondisi itu berusaha untuk
mempertahankan hidupnya. Hak mereka yang telah dirampas selama pendudukan
Jepang semakin menambah beban psikologisnya yang sudah semakin melemah.
Masyarakat tidak
pernah mendapatkan perlakuan wajarnya manusia. Masyarakat menjadi minder dan tidak
pernah dihargai oleh Jepang. Jepang telah memperlakukan masyarakat seperti
hewan, karena untuk mengisi perutnya yang kosong hanya mampu makan makanan yang
seharusnya untuk makanan hewan seperti Gogek
(nasi kering). Selain itu, tidak tersedianya waktu untuk melakukan upacara
kematian, pemakaman dan pengkhafanan orang meninggal yang tidak wajar
menyebabkan mereka semakin merasa dihina oleh Jepang.
WinStar World Casino Resort to Reopen Thursday
ReplyDeleteWinStar World Casino Resort to Reopen 포천 출장안마 Thursday 나주 출장샵 WinStar World 의정부 출장샵 Casino Resort will reopen Wednesday, June 광주 출장마사지 9, 2021, 9:00 보령 출장마사지 a.m..